Pages

Thursday, August 22, 2019

Ingatan Berlalu dengan Cepat

Demensia, Ingatan Berlalu dengan Cepat

Menua adalah kepastian. Tak hanya hitungan usia yang menua, fungsi organ tubuh pun akan menua, tak terkecuali otak. Namun, laju penurunan fungsi otak berbeda antara satu orang dan yang lain. Semua bergantung pada investasi kesehatan yang dibangun sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan.

Oleh
DEONISIA ARLINTA

Seorang ibu sedang menjalani tes deteksi dini demensia alzheimer di pelayanan kesehatan yang berada di acara Jalan Sehat Peduli Alzheimer, di Jakarta, Minggu (21/9/2014).

Menua adalah kepastian. Tidak hanya hitungan usia yang menua, fungsi organ tubuh pun akan menua, tak terkecuali organ otak. Namun, laju penurunan fungsi otak berbeda-beda antara satu orang dan yang lain. Semua bergantung pada investasi kesehatan yang dibangun sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan.

Salah satu kondisi penurunan fungsi kognitif otak yang bisa dialami seseorang terutama di usia lanjut adalah demensia. Kondisi ini terjadi ketika penurunan fungsi kognitif otak terjadi secara progresif sehingga mengganggu fungsi sosial pekerjaan. Demensia tidak hanya membawa beban kepada orang yang mengalaminya, tetapi juga orang di sekitarnya.

Menjalani hidup sebagai caregiver atau pendamping bagi orang dengan demensia tidaklah mudah. Berbagai keluhan yang dilontarkan orang dengan demensia cukup rumit, mulai dari penyakit fisik, kesulitan tidur, halusinasi, hingga masalah mental dan emosional. Belum lagi, biasanya orang dengan demensia merupakan lanjut usia.

Kondisi itulah yang harus dihadapi selama delapan tahun oleh Kusumadewi Suharya. Ibunya terdiagnosis demensia sejak 2009. ”Masa-masa itu (saat menjadi pendamping bagi orang dengan demensia) bisa dibilang sebagai sebuah episode kelam yang sungguh tidak mudah bagi saya dan keluarga. Meski begitu, setelah dijalani, kehidupan yang tetap berkualitas dalam mendampingi ODD (orang dengan demensia) harus diciptakan dengan baik,” kata pendiri Alzheimer Indonesia (Alzi) yang biasa disapa DY Suharya ini.

Ia mengakui, berkomunikasi dengan orang demensia butuh pemahaman khusus. Jika dijalankan tanpa pengertian dan kesadaran yang baik justru semakin menjadi beban. Atas dasar itulah, DY pun mendirikan Alzi sebagai wadah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat, khususnya bagi caregiver orang dengan demensia.

Seharusnya demensia (pikun) baru muncul pada usia 90 tahun. Namun, penyakit tersebut bisa timbul lebih dini jika lansia tidak aktif mengisi hidupnya (foto diperagakan oleh model).

Menurut dia, berkomunikasi dengan ODD lebih efektif dengan menyetujui dan mengiyakan pernyataan yang disampaikan dibandingkan dengan membantahnya. Jika ODD mulai emosional sebaiknya pendamping mengalihkan perhatian daripada memberikan alasan yang mungkin mudah dilupakan. ”Selain itu, pastikan pendamping tidak menggurui dan lebih baik ulang kembali apa yang pernah dikatakan. Usahakan menghindari kalimat ’sudah saya beri tahu, kan’,” ucapnya.

Dokter spesialis penyakit saraf dari Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta, Yuda Turana, menyampaikan, pengendalian demensia yang terbaik adalah pada aspek pencegahan. Selain itu, pemahaman mengenai gejala demensia juga harus ditingkatkan. Semakin cepat gejala terdeteksi, pengobatan bisa semakin mudah dan bisa menyelamatkan kualitas hidup seseorang.

”Pemahaman yang harus ditanamkan adalah jangan menganggap lupa atau pikun pada warga lansia itu wajar. Pikun adalah gejala awal yang paling umum dialami oleh orang dengan demensia,” ucapnya.

Selain gangguan pada daya ingat, gejala umum lainnya adalah sulit fokus dalam beraktivitas, disorientasi pada lokasi dan hari penting, gangguan dalam berkomunikasi, serta perubahan perilaku dan kepribadian seperti mudah curiga dan depresi.

Biasanya, gejala pada orang dengan demensia ditandai juga dengan kebiasaan menaruh barang tidak pada tempatnya, misalnya menaruh gunting kuku di dalam kulkas. Apabila gejala-gejala tersebut sudah tampak dari orang terdekat, sebaiknya segera bawa ke tenaga kesehatan ahli.

Untuk mendiagnosis demensia, seseorang terlebih dahulu akan diuji secara psikologis dengan tes pertanyaan. Setelah itu, pemetaan otak akan dilakukan melalui pemindaian dengan magnetic resonance imaging (MRI). Pemindaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keparahan pada kerusakan otak atau gangguan yang terjadi.

Yuda menjelaskan, ada tiga jenis demensia yang cukup banyak ditemui di Indonesia, yakni demensia vaskular, demensia lewy body, dan demensia alzheimer. Demensia vaskular banyak dialami oleh pasien dengan gangguan vaskular (pembuluh darah), seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, dan jantung. Demensia jenis ini bisa diobati agar tidak semakin parah jika fungsi pembuluh darah belum mati.

Demensia lewy body adalah jenis demensia progresif yang mengganggu cara berpikir, daya ingat, dan gerakan tubuh seseorang. Orang dengan demensia lewy body sering mengalami halusinasi visual dan sulit fokus. Terkadang, gejala fisik yang dialami seperti otot kaku, gerak tubuh melambat, dan tremor.

Sementara itu, demensia alzheimer merupakan jenis demensia yang banyak dialami. Gejalanya, seseorang akan mengalami pikun berat, perilaku berubah, dan kehilangan kontrol, seperti buang air di celana. Seseorang yang telah terdiagnosis demensia akan mendapatkan obat-obatan simtomatis atau obat untuk mengatasi gejala yang berfungsi untuk memperlambat laju degenerasi otak.

Yuda menuturkan, kemajuan teknologi dalam pelayanan kesehatan mampu meningkatkan usia harapan hidup seseorang, termasuk orang dengan demensia. Namun, tantangan terbesarnya justru pada kualitas dan produktivitas hidup yang dijalani.

”Pada orang dengan demensia, harapan hidupnya bisa 8-10 tahun, bahkan lebih. Kondisi ini memang baik, tetapi ketika seseorang sudah terdiagnosis demensia ada double burden (beban ganda), yaitu beban bagi orang dengan demensia itu sendiri dan pendamping atau keluarganya. Jadi, langkah terbaik adalah pencegahan dengan gaya hidup sehat serta deteksi demensia sejak dini. Ingat, pikun yang dialami orang lanjut usia itu tidak wajar,” tuturnya.


Sumber :
https://bebas.kompas.id/baca/bebas-akses/2019/08/21/memori-masa-tuademensia-ingatan-berlalu-dengan-cepat/?utm_source=bebas_kompas_id&utm_medium=social&utm_campaign=socmed_share&fbclid=IwAR2DHYzqjmPnGvFxl6aEwpAaOAdb-6fm58YIqlbjN3lcLu1YmPJ09GyvmgI

No comments:

Post a Comment

Related Posts