Pages

Tuesday, November 5, 2019

Berusia 100 Tahun dan Belum Pikun

Ini Rahasia Tetap Sehat Mak Iyah dari Cianjur


Kompas.com - 06/11/2019

Rukiyah alias Mak Iyah, lansia asal Kabupaten Cianjur, Jawa Barat hidup sebatang kara di gubuk reyot di areal kebun sayur di di Kampung Pasir Baing, RT 005/003 Desa Sukatani, Kecamatan Pacet. Mak Iyah mengaku usianya sudah 100 tahun.

Namun ia lupa di mana menyimpan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga), “Umur emak mah sudah seratus tahun,” ucap Mak Iyah saat ditemui Kompas.com di gubuk reyotnya, Sabtu (02/11/2019).

Meski sudah berusia seabad, namun ia masih sanggup berjalan kendati pelan dan sesekali harus berhenti.

Gigi-giginya masih tampak di antara kulit wajahnya yang sudah mengeriput. Selain itu, Mak Iyah belum terlihat pikun. Ia masih mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Kendati untuk berkomunikasi dengannya harus menaikkan volume suara ditambah isyarat tangan. Pasalnya, sudah lama mak Iyah mengalami gangguan pendengaran.

Mak Iyah Sering Digigit Serangga dan Pernah Dipatuk Ular Rahasia Mak Iyah Mak Iyah menceritakan sepanjang hidupnya selalu mengonsumsi sayuran mentah alias lalapan. Ia mengaku belum pernah diterjang sakit yang terbilang parah.

“Paling batuk, panas sama meriang. Mak mah suka makan lalab (sayuran mentah) tiap hari. Kalau tidak ada makanan, mak makan itu saja,” ujarnya. Sebelum tubuhnya ringkih seperti sekarang ini, ia pernah menjadi buruh perkebunan.

Namun karena usianya yang terus menua, Mak Iyah kini sudah tak sanggup lagi bekerja. "Tos teu tiasa barang damel (sudah tidak bisa bekerja), kieu we di saung (diam saja di rumah)," ucapnya.

Pengakuan Mak Iyah soal usianya yang sudah seabad itu dibenarkan kerabat dan tetangga setempat. "Usianya sekitar 100 tahunan," tutur Erah (65) kerabat terdekat Mak Iyah kepada Kompas.com, Sabtu (02/11/2019).

"Soalnya memang Mak Iyah sudah sangat tua, sejak zaman ibu saya juga sudah ada. Mak Iyah orang asli sini,” lanjutnya.  “Waktu ada pendataan juga disebutkan usianya segitu (100 tahun),” sahut warga yang lain.

Hidup sebatang kara Erah menceritakan, dulunya mak Iyah tinggal bersama suaminya, Uko. Namun sang suami meninggal dunia karena sakit menahun. “Sudah 30 tahun mak Iyah ditinggal suaminya. Kalau anaknya meninggal saat dilahirkan.

Jadi, Mak Iyah ini tidak punya anak,” ucapnya. Sebelum jari-jari tangannya yang sebelah kanan mati rasa akibat dipatuk ular, Mak Iyah pernah bekerja di kebun. “Jari tangannya memang pernah digigit ular. Saya sendiri yang bawa ke dokternya untuk diobati," tutur Erah.

"Alhamdulilah bisa sembuh, tapi jari-jarinya jadi merengkel (bengkok) sehingga sudah tidak bisa digerakkan.”  Selain itu, kondisi fisik yang terus menua membuat Mak Iyah tak mungkin lagi bekerja untuk mencari nafkah.

“Sejak tidak bekerja, untuk kebutuhan sehari-hari dibantu warga," lanjut Erah.  "Ada yang ngasih beras, nasi, makanan, yang sedekah uang juga ada. Warga juga suka ada yang berkunjung ke sini (rumah Mak Iyah) untuk melihat kondisinya.”

Berharap mendapat bantuan Sebelumnya diberitakan, seorang perempuan lansia di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat hidup memprihatinkan di gubuk reyot di Kampung Pasir Baing, RT 005/003 Desa Sukatani, Kecamatan Pacet. Rukiyah atau biasa dipanggil Mak Iyah tinggal sebatang kara di rumah tak layak huni dengan kondisi hampir ambruk di areal kebun sayuran.

Warga setempat, Aripin (50) berharap, pemerintah daerah maupun pemerintah desa mau mengulurkan bantuan atas kondisi kehidupan Mak Iyah. Sepengetahuannya, belum ada bantuan dari program pemerintah, seperti PKH dan rastra. Untuk makan sehari-hari, mak Iyah dibantu tetangga dan warga sekitar. Ia berharap pemerintah mau peduli kepada warga seperti Mak Iyah yang sangat membutuhkan perbaikan rumah agar bisa hidup dengan rasa aman dan nyaman.


Sumber :
https://regional.kompas.com/read/2019/11/06/11054191/berusia-100-tahun-dan-belum-pikun-ini-rahasia-tetap-sehat-mak-iyah-dari?page=all#page2.

Friday, October 4, 2019

Dementia, Gets Memory Back After Changing Diet

82-Year-Old Woman With Dementia Gets Her Memory Back After Changing Her Diet
Published 1 year ago on April 27, 2018By Alanna Ketler

Recently, an 82-year-old woman who suffered from dementia, who couldn’t recognize her own son has miraculously got her memory back after changing her diet.

When his mother’s condition became so severe that for her own safety she had to be kept in the hospital, Mark Hatzer almost came to terms with losing another parent.

Sylvia had lost her memory and parts of her mind, she had even phoned the police once accusing the nurse who were caring for her of kidnap.

A change in diet, which was comprised of high amounts of blueberries and walnuts, has proven to have had a strong impact on Sylvia’s condition that her recipes are now being shared by the Alzheimer’s Society.

Sylvia also began incorporating other health foods, including broccoli, kale, spinach, sunflower seeds, green tea, oats, sweet potatoes and even dark chocolate with a high percentage of cacao. All of these foods are known to be beneficial for brain health.

Mark and Sylvia devised to diet together after deciding that the medication on its own was not enough, they looked into the research showing that rates of dementia are much lower in Mediterranean countries and copied a lot of their eating habits.

Mark, whose brother Brent also died in 1977, said: “When my mum was in hospital she thought it was a hotel – but the worst one she had ever been in.

“She didn’t recognise me and phoned the police as she thought she’d been kidnapped.

“Since my dad and brother died we have always been a very close little family unit, just me and my mum, so for her to not know who I was was devastating.

“We were a double act that went everywhere together. I despaired and never felt so alone as I had no other family to turn to.

“Overnight we went from a happy family to one in crisis.

“When she left hospital, instead of prescribed medication we thought we’d perhaps try alternative treatment.

“In certain countries Alzheimer’s is virtually unheard of because of their diet.

“Everyone knows about fish but there is also blueberries, strawberries, Brazil nuts and walnuts – these are apparently shaped like a brain to give us a sign that they are good for the brain.”

There were also some cognitive exercises that Mark and his mother would do together like jigsaw puzzles crosswords and meeting people in social situations, Sylvia would also exercise by using a pedaling device outfitted for her chair.

Mark said, “It wasn’t an overnight miracle, but after a couple of months she began remembering things like birthdays and was becoming her old self again, more alert, more engaged..

“People think that once you get a diagnosis your life is at an end. You will have good and bad days, but it doesn’t have to be the end. For an 82-year-old she does very well, she looks 10 years younger and if you met her you would not know she had gone through all of this.

“She had to have help with all sorts of things, now she is turning it around. We are living to the older age in this country, but we are not necessarily living healthier.”

The Body’s Ability To Heal Is Greater Than Anyone Has Permitted You To Believe
This story just goes to show how resilient our bodies really are if given the right environment. Most of these types of diseases are often related to diet in the first place so that means that they can indeed be reversed with a proper diet. Sure, some of them are genetic and you might be a carrier of the gene, but that is not a guarantee that it will become active, there are things you can do to minimize the risk. Our health is our greatest wealth. We have to realize that we do have a say in our lives and what our fate is.

We have covered the topic before of how aluminum build up in the brain is directly related to dementia and more specifically Alzheimer’s disease, being able to identify this as a cause is important because recognizing this means we can do our part to limit the exposure and to also detoxify our brains and bodies from this damaging heavy metal.

In an article titled, Strong evidence linking Aluminum to Alzheimer’s, recently published in The Hippocratic Post website, Exley explained that:

“We already know that the aluminium content of brain tissue in late-onset or sporadic Alzheimer’s disease is significantly higher than is found in age-matched controls. So, individuals who develop Alzheimer’s disease in their late sixties and older also accumulate more aluminium in their brain tissue than individuals of the same age without the disease.

Even higher levels of aluminium have been found in the brains of individuals, diagnosed with an early-onset form of sporadic (usually late onset) Alzheimer’s disease, who have experienced an unusually high exposure to aluminium through the environment (e.g. Camelford) or through their workplace. This means that Alzheimer’s disease has a much earlier age of onset, for example, fifties or early sixties, in individuals who have been exposed to unusually high levels of aluminium in their everyday lives.”

His most recent study, published by the Journal of Trace Elements in Medicine and Biology in December 2016, titled: Aluminium in brain tissue in familial Alzheimer’s disease, is one of the many studies that he and his team have conducted on the subject of aluminum over the years. However, this study in particular is believed to be of significant value, because it is the first time that scientists have measured the level of aluminum in the brain tissue of individuals diagnosed with familial Alzheimer’s disease. (Alzheimer’s disease or AD is considered to be familial if two or more people in a family suffer from the disease.)

According to their paper, the concentrations of aluminum found in brain tissue donated by individuals who died with a diagnosis of familial AD, was the highest level ever measured in human brain tissue.

Professor Exley wrote:

“We now show that some of the highest levels of aluminium ever measured in human brain tissue are found in individuals who have died with a diagnosis of familial Alzheimer’s disease.

The levels of aluminium in brain tissue from individuals with familial Alzheimer’s disease are similar to those recorded in individuals who died of an aluminium-induced encephalopathy while undergoing renal dialysis.”

He explained that:

“Familial Alzheimer’s disease is an early-onset form of the disease with first symptoms occurring as early as 30 or 40 years of age. It is extremely rare, perhaps 2-3% of all cases of Alzheimer’s disease. Its bases are genetic mutations associated with a protein called amyloid-beta, a protein which has been heavily linked with the cause of all forms of Alzheimer’s disease.

Individuals with familial Alzheimer’s disease produce more amyloid beta and the onset of the symptoms of Alzheimer’s disease are much earlier in life.”


Sumber :
https://www.collective-evolution.com/2018/04/27/82-year-old-woman-with-dementia-gets-her-memory-back-after-changing-her-diet/?fbclid=IwAR0lAWwfK5RQJy8yGPmWjfcS7rc_pWYJGAXbmyfol6k5mRb1fOGqnMe5QV4

Sunday, September 22, 2019

Demensia Adalah Bagian Normal dari Penuaan?

Survei: Dua dari Tiga Orang di Dunia Berpikir Demensia Adalah Bagian Normal dari Penuaan


Hasil dari survei tentang sikap dan perilaku umum terhadap demensia mengungkapkan kurangnya pengetahuan global tentang penyakit Alzheimer. Hal ini disebabkan karena dua pertiga orang masih berpikir bahwa demensia adalah bagian normal dari penuaan daripada gangguan neuro-degeneratif.

Laporan Alzheimer's Disease International (ADI) yang diberi judul: Attitudes to Dementia  juga menandai Hari Alzheimer Sedunia. Laporan ini mengungkapkan hasil dari survei terbesar yang pernah dilakukan di dunia mengenai sikap dan perilaku umum terhadap demensia melibatkan sekitar 70.000 orang dari 155 negara dan wilayah. Analisis data dilakukan oleh London School of Economics dan Political Science (LSE) UK, mitra dari Alzheimer’s Disease International.

Survei ini mengungkapkan bahwa stigma seputar demensia menghalangi publik untuk tidak segera mencari informasi, saran, dukungan, dan bantuan medis. Padahal hal tersebut dapat secara dramatis meningkatkan kualitas hidup mereka dari demensia, salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia.

Saat ini, jumlah Orang Dengan Demensia (ODD) diperkirakan sekitar lebih dari 50 juta dan akan meningkat menjadi 152 juta di tahun 2050. Ada sekitar 23 juta orang dengan demensia di Asia Pasifik, 1.2 juta di Indonesia dan akan menjadi 4 juta pada tahun 2050.

Laporan tersebut mengungkapkan sikap seputar demensia. Responden dari survei tersebut adalah Orang Dengan Demensia (ODD), family caregivers, perawat, praktisi kesehatan dan masyarakat umum.

Salah satu hasil yang mengkhawatirkan adalah masih berapa banyaknya orang di seluruh dunia yang berpikir bahwa demensia adalah bagian alami dari proses penuaan. 48% responden percaya seseorang dengan demensia tidak akan pernah membaik ingatannya, bahkan dengan dukungan medis, sementara satu dari empat orang berpikir tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegah demensia.

Ini merupakan hambatan utama bagi orang yang ingin mengakses bantuan, saran dan dukungan. Stigma serupa juga berhubungan dengan masalah kesehatan mental, yang berfokus pada usia, berdasarkan kurangnya perawatan medis yang tersedia. Maka dari itu masyarakat perlu membuka diri dengan berdiskusi dan menghilangkan stigma agar kita dapat meningkatkan kualitas hidup Orang Dengan Demensia dan keluarganya.

Pimpinan Alzheimer’s Disease International (CEO) Paola Barbarino mengatakan: "Stigma adalah penghalang terbesar yang membatasi orang di seluruh dunia dari peningkatan kualitas hidup Orang Dengan Demensia. Konsekuensi dari stigma adalah tiga hal yang sangat penting untuk dipahami.

Di tingkat individu, stigma dapat merusak tujuan hidup dan mengurangi partisipasi dalam kegiatan kehidupan yang bermakna dan tingkat kesejahteraan yang lebih rendah dan kehidupan yang berkualitas.

Di tingkat masyarakat, stigma struktural dan diskriminasi dapat memengaruhi tingkat pendanaan yang dialokasikan untuk perawatan dan dukungan. Saat ini terdapat sangat sedikit informasi tentang bagaimana stigma bermanifestasi dalam kaitannya dengan Orang Dengan Demensia dan bagaimana hal ini dapat bervariasi di seluruh dunia.

Dengan adanya survei dan laporan terperinci ini  memberi kita dasar informasi untuk stigma terkait demensia di tingkat global, regional dan nasional dan kami berharap temuan ini dapat memulai reformasi positif di level global."

Laporan itu juga menemukan bahwa sekitar 50% Orang Dengan Demensia merasa diabaikan oleh para praktisi kesehatan (dokter dan perawat) sementara 33% orang berpikir bahwa jika mereka terkena demensia, mereka tidak akan didengarkan oleh para praktisi profesional kesehatan maupun dokter.

Menariknya, 95% responden berpikir bahwa mereka dapat terkena demensia dalam hidupnya dan lebih dari dua pertiga orang (69,3 persen) akan mengambil tes profil genetik untuk mengetahui apakah mereka berisiko terkena demensia. Sementara itu, dua dari tiga orang masih berpikir demensia adalah bagian alami dari penuaan.

Rasa takut terkena demensia juga tinggi secara global, tetapi pemahaman sebenarnya tentang penyakit ini rendah. Ini mengkhawatirkan, karena Demensia dan Alzheimer merupakan penyebab kematian nomor 5 di dunia.

ADI meluncurkan kampanye globalnya “Let's Talk About Dementia” bersama 100 anggotanya di seluruh dunia termasuk Alzheimer Indonesia pada tanggal 1 September untuk menandai awal dari bulan kesadaran mengenai Demensia. Kampanye ini didasarkan pada pemahaman bahwa berbicara tentang demensia membantu mengatasi stigma, menormalkan situasi, dan memotivasi orang untuk mencari tahu lebih banyak, mencari bantuan, saran, dan dukungan.

Dengan sekitar 250 juta penduduk di Indonesia, ada sekitar 20 juta orang lanjut usia (60 tahun ke atas) dan 1.2 juta Orang Dengan Demensia (berdasarkan data Alzheimer's DIsease International, 2017). Setiap 3 detik seseorang di dunia terkena demensia tetapi kebanyakan orang dengan demensia tidak menerima diagnosis atau dukungan.

Hal ini akan membebani ekonomi seiring dengan meningkatnya biaya demensia sekitar US $ 1 triliun - angka yang ditetapkan dua kali lipat pada tahun 2030. Di Indonesia sendiri, biaya demensia adalah US $ 2 miliar (Alzheimer’s Disease International, 2017). Kematian karena demensia meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 2000 dan 2016, menjadikannya penyebab utama ke-5 kematian global pada tahun 2016 dibandingkan dengan ke-14 pada tahun 2000.

Kampanye "Ayo Bicara Tentang Demensia" bertujuan untuk merangsang percakapan tentang demensia, memahami gejalanya, faktor risiko, siapa yang harus ditanya dan ke mana harus meminta nasihat. Kurangnya pengetahuan tentang demensia menyebabkan asumsi yang tidak akurat tentang dampaknya yang sangat fatal pada orang dan keluarga mereka, serta stereotip negatif tentang bagaimana seseorang dengan demensia akan berperilaku.

Bukti menunjukkan, bahwa ketika Orang Dengan Demensia dan keluarga pendamping mereka dipersiapkan dengan baik dan mendapat dukungan penuh, perasaan kaget, kemarahan, dan kesedihan akan diimbangi oleh rasa tenteram dan terberdayakan.

Di Indonesia, selain dialog ini diadakan serentak dengan melakukan 65 kegiatan di 20 kota, salah satunya adalah dengan dihadirkannya Centre of Excellence Demensia sebagai bentuk kerjasama ALZI dengan Unika Atma Jaya.

Selain itu juga ada acara peluncuran buku A to Z Alzheimer - penanganan gangguan perilaku pada Orang Dengan Demensia karya Dr. dr. Yuda Turana SpS dan DY Suharya. ALZI berharap dengan diluncurkannya buku ini pemahaman publik semakin meningkat demi tercapainya peningkatan kualitas hidup ODD dan keluarganya.(*)


Sumber :
https://www.hariansuara.com/news/kesehatan/16689/survei-dua-dari-tiga-orang-di-dunia-berpikir-demensia-adalah-bagian-normal-dari-penuaan

Thursday, August 22, 2019

Ingatan Berlalu dengan Cepat

Demensia, Ingatan Berlalu dengan Cepat

Menua adalah kepastian. Tak hanya hitungan usia yang menua, fungsi organ tubuh pun akan menua, tak terkecuali otak. Namun, laju penurunan fungsi otak berbeda antara satu orang dan yang lain. Semua bergantung pada investasi kesehatan yang dibangun sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan.

Oleh
DEONISIA ARLINTA

Seorang ibu sedang menjalani tes deteksi dini demensia alzheimer di pelayanan kesehatan yang berada di acara Jalan Sehat Peduli Alzheimer, di Jakarta, Minggu (21/9/2014).

Menua adalah kepastian. Tidak hanya hitungan usia yang menua, fungsi organ tubuh pun akan menua, tak terkecuali organ otak. Namun, laju penurunan fungsi otak berbeda-beda antara satu orang dan yang lain. Semua bergantung pada investasi kesehatan yang dibangun sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan.

Salah satu kondisi penurunan fungsi kognitif otak yang bisa dialami seseorang terutama di usia lanjut adalah demensia. Kondisi ini terjadi ketika penurunan fungsi kognitif otak terjadi secara progresif sehingga mengganggu fungsi sosial pekerjaan. Demensia tidak hanya membawa beban kepada orang yang mengalaminya, tetapi juga orang di sekitarnya.

Menjalani hidup sebagai caregiver atau pendamping bagi orang dengan demensia tidaklah mudah. Berbagai keluhan yang dilontarkan orang dengan demensia cukup rumit, mulai dari penyakit fisik, kesulitan tidur, halusinasi, hingga masalah mental dan emosional. Belum lagi, biasanya orang dengan demensia merupakan lanjut usia.

Kondisi itulah yang harus dihadapi selama delapan tahun oleh Kusumadewi Suharya. Ibunya terdiagnosis demensia sejak 2009. ”Masa-masa itu (saat menjadi pendamping bagi orang dengan demensia) bisa dibilang sebagai sebuah episode kelam yang sungguh tidak mudah bagi saya dan keluarga. Meski begitu, setelah dijalani, kehidupan yang tetap berkualitas dalam mendampingi ODD (orang dengan demensia) harus diciptakan dengan baik,” kata pendiri Alzheimer Indonesia (Alzi) yang biasa disapa DY Suharya ini.

Ia mengakui, berkomunikasi dengan orang demensia butuh pemahaman khusus. Jika dijalankan tanpa pengertian dan kesadaran yang baik justru semakin menjadi beban. Atas dasar itulah, DY pun mendirikan Alzi sebagai wadah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat, khususnya bagi caregiver orang dengan demensia.

Seharusnya demensia (pikun) baru muncul pada usia 90 tahun. Namun, penyakit tersebut bisa timbul lebih dini jika lansia tidak aktif mengisi hidupnya (foto diperagakan oleh model).

Menurut dia, berkomunikasi dengan ODD lebih efektif dengan menyetujui dan mengiyakan pernyataan yang disampaikan dibandingkan dengan membantahnya. Jika ODD mulai emosional sebaiknya pendamping mengalihkan perhatian daripada memberikan alasan yang mungkin mudah dilupakan. ”Selain itu, pastikan pendamping tidak menggurui dan lebih baik ulang kembali apa yang pernah dikatakan. Usahakan menghindari kalimat ’sudah saya beri tahu, kan’,” ucapnya.

Dokter spesialis penyakit saraf dari Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta, Yuda Turana, menyampaikan, pengendalian demensia yang terbaik adalah pada aspek pencegahan. Selain itu, pemahaman mengenai gejala demensia juga harus ditingkatkan. Semakin cepat gejala terdeteksi, pengobatan bisa semakin mudah dan bisa menyelamatkan kualitas hidup seseorang.

”Pemahaman yang harus ditanamkan adalah jangan menganggap lupa atau pikun pada warga lansia itu wajar. Pikun adalah gejala awal yang paling umum dialami oleh orang dengan demensia,” ucapnya.

Selain gangguan pada daya ingat, gejala umum lainnya adalah sulit fokus dalam beraktivitas, disorientasi pada lokasi dan hari penting, gangguan dalam berkomunikasi, serta perubahan perilaku dan kepribadian seperti mudah curiga dan depresi.

Biasanya, gejala pada orang dengan demensia ditandai juga dengan kebiasaan menaruh barang tidak pada tempatnya, misalnya menaruh gunting kuku di dalam kulkas. Apabila gejala-gejala tersebut sudah tampak dari orang terdekat, sebaiknya segera bawa ke tenaga kesehatan ahli.

Untuk mendiagnosis demensia, seseorang terlebih dahulu akan diuji secara psikologis dengan tes pertanyaan. Setelah itu, pemetaan otak akan dilakukan melalui pemindaian dengan magnetic resonance imaging (MRI). Pemindaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keparahan pada kerusakan otak atau gangguan yang terjadi.

Yuda menjelaskan, ada tiga jenis demensia yang cukup banyak ditemui di Indonesia, yakni demensia vaskular, demensia lewy body, dan demensia alzheimer. Demensia vaskular banyak dialami oleh pasien dengan gangguan vaskular (pembuluh darah), seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, dan jantung. Demensia jenis ini bisa diobati agar tidak semakin parah jika fungsi pembuluh darah belum mati.

Demensia lewy body adalah jenis demensia progresif yang mengganggu cara berpikir, daya ingat, dan gerakan tubuh seseorang. Orang dengan demensia lewy body sering mengalami halusinasi visual dan sulit fokus. Terkadang, gejala fisik yang dialami seperti otot kaku, gerak tubuh melambat, dan tremor.

Sementara itu, demensia alzheimer merupakan jenis demensia yang banyak dialami. Gejalanya, seseorang akan mengalami pikun berat, perilaku berubah, dan kehilangan kontrol, seperti buang air di celana. Seseorang yang telah terdiagnosis demensia akan mendapatkan obat-obatan simtomatis atau obat untuk mengatasi gejala yang berfungsi untuk memperlambat laju degenerasi otak.

Yuda menuturkan, kemajuan teknologi dalam pelayanan kesehatan mampu meningkatkan usia harapan hidup seseorang, termasuk orang dengan demensia. Namun, tantangan terbesarnya justru pada kualitas dan produktivitas hidup yang dijalani.

”Pada orang dengan demensia, harapan hidupnya bisa 8-10 tahun, bahkan lebih. Kondisi ini memang baik, tetapi ketika seseorang sudah terdiagnosis demensia ada double burden (beban ganda), yaitu beban bagi orang dengan demensia itu sendiri dan pendamping atau keluarganya. Jadi, langkah terbaik adalah pencegahan dengan gaya hidup sehat serta deteksi demensia sejak dini. Ingat, pikun yang dialami orang lanjut usia itu tidak wajar,” tuturnya.


Sumber :
https://bebas.kompas.id/baca/bebas-akses/2019/08/21/memori-masa-tuademensia-ingatan-berlalu-dengan-cepat/?utm_source=bebas_kompas_id&utm_medium=social&utm_campaign=socmed_share&fbclid=IwAR2DHYzqjmPnGvFxl6aEwpAaOAdb-6fm58YIqlbjN3lcLu1YmPJ09GyvmgI

Friday, August 9, 2019

Latihan Asah Otak Agar Tak Pikun

4 Latihan Asah Otak Agar Tak Pikun Saat Tua Nanti


Saat sedang membicarakan buku yang baru saja selesai Anda baca, tiba-tiba Anda tidak bisa mengingat judulnya. Atau mungkin, memasuki satu ruangan, tapi Anda tidak ingat untuk apa Anda ke sana.

Familiar dengan skenario di atas?

Pikun dan lupa memang menyebalkan, namun umumnya tidak menjadi prioritas yang harus dikhawatirkan. Otak kita mampu menghasilkan sel-sel baru pada usia berapapun. Tapi, sama halnya dengan kekuatan otot, ingatan yang kuat bergantung pada kesehatan dan vitalitas otak Anda. Pikun dan lupa kebanyakan disebabkan oleh pola makan yang buruk dan kurangnya latihan otak.

Asah otak Anda dengan sistem memori. Sistem memori melibatkan penggunaan visualisasi dan kata kunci, sebuah teknik mental yang Anda gunakan untuk membuat petunjuk visual demi mengingat.

Visualisasi mental yang Anda buat bertindak sebagai lambang yang mewakili fakta dalam ingatan Anda. Alasannya, mata bisa memproyeksikan suatu informasi menjadi sebuah gambar, lebih baik daripada informasi abstrak yang hanya Anda baca atau dengar.

Dipadankan dengan visualisasi, teknik sistem memori dapat menajamkan ingatan terhadap nama, tanggal, informasi acak, definisi, bahkan bahasa asing.

Empat trik asah otak untuk memperkuat daya ingat

1. Kata kunci
Metode kata kunci adalah teknik yang sangat ampuh untuk mengingat definisi dan kosa kata asing. Asosiasikan bunyi pelafalan suatu kata dengan visualisasi lucu atau aneh.

Misalnya, untuk mengingat kata “wiener” (sosis dalam bahasa Jerman), hubungkan dengan kata “winner” (pemenang dalam bahasa Inggris) dan imajinasikan visualisasi mental dari sebuah sosis sapi yang berdiri di atas podium setelah menang balap mobil.

Ketika sesuatu yang aneh, unik, atau luar biasa terjadi, Anda akan cenderung untuk lebih cepat mengingatnya. Itulah alasan mengapa mengimajinasikan sesuatu yang lucu, bahkan hampir tidak mungkin, merupakan kunci utama kesuksesan metode ini.

2. Peg
Anda tentu tidak akan lupa bagaimana menghitung 123 atau melafalkan abjad dari A-Z. Yang menjadi masalah adalah mengaitkan informasi yang ingin Anda ingat dengan sebuah angka atau huruf abstrak (yang sulit untuk divisualisasikan). Sistem peg solusinya.

Sistem peg adalah sebuah teknik patokan untuk Anda mengingat apa yang seharusnya Anda ingat, dengan membuat angka atau huruf abstrak tersebut menjadi nyata.

Misalnya, dengan teknik rima:

1 = Satu = Batu
2 = Dua = Gua
3 = Tiga = Iga, dan seterusnya.

3. Link
Jika Anda sudah menguasai dua metode “visualisasi + kata ganti” di atas, kini tingkatkan kemampuan mengingat Anda dengan metode Link.

Metode link paling baik digunakan untuk mengingat bahan bacaan, termasuk daftar, artikel, puisi, lirik, dan cerita.

Untuk membuat kaitan pertama, asosiasikan dua fakta pertama dengan satu sama lain menggunakan visualisasi mental. Untuk kaitan kedua, gunakan visualisasi mental sebelumnya dan tambahkan fakta ketiga. Begitu seterusnya.

Misalnya kita perlu menghafal tabel unsur kimia, buatlah singkatan-singkatan aneh seperti:

H = Haji
Li = Lina
Na = Naik
K = Kereta
Rb = Ribut
Cs = Calon Suami
Fr = Frustasi

Kemudian, gabungkan fakta-fakta tersebut secara berurutan dan buatlah cerita yang berkaitan. Jadinya: Haji Lina Naik Kereta Ribut, Calon Suaminya Frustasi.

4. Loci
Loci berasal dari bahasa latin yang berarti lokasi atau tempat. Metode loci memanfaatkan kemampuan otak, khususnya di bagian hippocampus, untuk menguatkan ingatan dengan konteks spasial. Metode loci menggabungkan sistem peg dengan visualisasi mental.

Misal Anda akan menghapal Pancasila. Anda tidak hanya diharuskan untuk menghapal semua poinnya, namun juga secara berurutan.

Beberapa orang mengaku tidak bisa membayangkan gambar dalam pikirannya. Tapi, Anda bisa membayangkan letak TV, meja, dan sofa di ruang keluarga Anda, kan?

Visualisasikan rute perjalanan yang familiar dengan Anda, dari kamar tidur ke ruang keluarga tersebut, misalnya. Fokuskan diri Anda untuk benar-benar memahami peta mental tersebut, bayangkan Anda sedang berjalan menyusurinya.

Menggunakan visualisasi mental tersebut, Anda bisa mematok salah satu fitur yang menonjol dari setiap ruangan tersebut dengan satu poin Pancasila. Tempat tidur sebagai sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”, sofa ruang TV sebagai sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dan seterusnya.

Yang penting adalah untuk memastikan setiap fitur penanda tersebut berada dalam urutan yang tepat yang biasa Anda lihat atau lewati setiap harinya. Rute tersebut adalah langkah yang akan memungkinkan Anda untuk mengingat urutan yang tepat dari daftar yang harus Anda ingat. Bahkan, jika Anda bisa memvisualisasikan jalan pulangnya, Anda pun akan bisa mengingat Pancasila dalam urutan terbalik!

Dua hal yang membantu mempertajam ingatan
Baik jika Anda seorang siswa yang sedang giat belajar menghadapi ujian akhir, atau Anda seseorang yang dituntut selalu mengeluarkan ide-ide kreatif di kantor, atau hanya ingin menjaga fungsi kognitif agar tetap tajam terpercaya, banyak cara yang bisa Anda lakukan untuk mengasah performa ingatan dan mental Anda. Selalu ingat dua hal ini untuk melatih ingatan Anda semakin tajam:

Fokus.
Anda tidak akan bisa mengingat sesuatu dengan baik jika Anda tidak pernah mempelajarinya, dan Anda tidak akan bisa mempelajari sesuatu dengan baik jika Anda tidak fokus. Hanya 8 detik waktu yang diperlukan untuk memproses suatu informasi baru dan menancapkannya dalam memori Anda, jika Anda mampu untuk berkonsentrasi penuh. Tips: cari tempat sepi dan ucapkan kalimat yang perlu Anda hapalkan dalam ritme yang mudah diingat.

Tulis. 
Akan lebih mudah untuk Anda mengingat sesuatu dalam jangka panjang jika Anda menulisnya. Menulis informasi baru dapat meningkatkan daya ingat dibanding dengan mendengarkan saja tanpa lakukan apapun. Pastikan Anda menulis janji temu/nama dan nomor telepon/daftar belanjaan dalam jurnal atau catatan kecil dan baca informasi tersebut keras-keras, dua kali.


Sumber :
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/tips-trik-asah-otak-agar-tidak-cepat-pikun/

Related Posts